Definisi Al-Qur’an
Dari segi bahasa, Al-Qur’an berasal dari qara’a, yang berarti
menghimpun dan menyatukan. Sedangkan Qira’ah berarti
menghimpun huruf-huruf dan kata-kata yang satu dengan yang lainnya dengan
susunan yang rapih (Al-Qattan, 1995: 20). Mengenai hal ini, Allah
berfirman,”Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan
(membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka
ikutilah bacaannya itu.” (Al-Qiyamah: 17)
Al-Qur’an juga dapat berarti bacaan, sebagai masdar dari kata qara’a.
Dalam arti seperti ini, Allah swt. mengatakan, “Kitab yang dijelaskan
ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui.”
(Fushshilat: 3)
Adapun dari segi
istilahnya, Al-Qur’an adalah Kalamullah yang merupakan mu’jizat yang ditunjukan
kepada Nabi Muhammad saw., yang disampaikan kepada kita secara mutawatir dan
dijadikan membacanya sebagai ibadah.
Keterangan dari definisi
itu adalah sebagai berikut:
1. (كلام الله) Kalam Allah
Bahwa Al-Qur’an merupakan firman Allah yang Allah ucapkan kepada Rasulullah
saw. melalui perantaraan Malaikat Jibril as. Firman Allah merupakan kalam
(perkataan), yang tentu saja tetap berbeda dengan kalam manusia, kalam hewan
ataupun kalam para malaikat. Allah berfirman, “Ucapannya itu tiada lain
hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (An-Najm: 4)
2. (اَلْمُعْجِز) Mu’jizat
Kemu’jizaan Al-Qur’an merupakan suatu hal yang sudah terbukti dari semejak
zaman Rasulullah saw. hingga zaman kita dan hingga akhir zaman kelak. Dari segi
susunan bahasanya, sejak dahulu hingga kini, Al-Qur’an dijadikan rujukan oleh
para pakar-pakar bahasa. Dari segi isi kandungannya, Al-Qur’an juga sudah
menunjukkan mu’jizat, mencakup bidang ilmu alam, matematika, astronomi bahkan
juga ‘prediksi’ (sebagaimana yang terdapat dalam surat Al-Rum mengenai bangsa
Romawi yang mendapatkan kemenangan setelah kekalahan), dan sebagainya.
Salah satu bukti bahwa Al-Qur’an itu merupakan mu’jizat adalah bahwa
Al-Qur’an sejak diturunkan senantiasa memberikan tantangan kepada umat manusia
untuk membuat semisal ‘Al-Qur’an tandingan’, jika mereka memiliki keraguan
bahwa Al-Qur’an merupakan kalamullah. Allah swt. berfirman, “Dan jika kamu
(tetap) dalam keraguan tentang Al Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami
(Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Qur’an itu dan ajaklah
penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Maka jika
kamu tidak dapat membuat (nya) dan pasti kamu tidak akan dapat membuat (nya),
peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang
disediakan bagi orang-orang kafir.” (Al-Baqarah: 23-24)
Bahkan dalam ayat lainnya, Allah menantang mereka-mereka yang ingkar
terhadap Al-Qur’an untuk membuat semisal Al-Qur’an, meskipun mereka
mengumpulkan seluruh umat manusia dan seluruh bangsa jin sekaligus, “Katakanlah:
Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Qur’an
ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun
sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.” (Al-Isra’: 88)
3. (اَلْمُنَـزَّلُ عَلَى قَلْبِ مُحَمَّدٍ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) Diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
Bahwa Al-Qur’an ini diturunkan oleh Allah swt. langsung kepada Rasulullah
saw. melalui perantaraan Malaikat Jibril a.s. Allah swt. menjelaskan dalam
Al-Qur’an, “Dan sesungguhnya Al Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan
semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril) ke dalam hatimu
(Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi
peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas.” (Asy-Syu’ara: 192-195)
4. (اَلْمَنْقُوْلُ بِالتَّوَاتُرِ) Diriwayatkan
secara mutawatir
Setelah Rasulullah saw. mendapatkan wahyu dari Allah swt., beliau langsung
menyampaikan wahyu tersebut kepada para sahabatnya. Di antara mereka terdapat
beberapa orang sahabat yang secara khusus mendapatkan tugas dari Rasulullah
saw. untuk menuliskan wahyu. Terkadang Al-Qur’an ditulis di pelepah korma, di
tulang-tulang, kulit hewan, dan sebagainya. Di antara yang terkenal sebagai
penulis Al-Qur’an adalah Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah, Ubai ibn Ka’b, dan Zaid
bin Tsabit. Demikianlah, para sahabat yang lain pun banyak yang menulis
Al-Qur’an meskipun tidak mendapatkan instruksi secara langsung dari Rasulullah
saw. Namun pada masa Rasulullah saw. ini, Al-Qur’an belum terkumpulkan dalam
satu mushaf sebagaimana yang ada pada saat ini.

Pengumpulan Al-Qur’an pertama kali dilakukan pada masa Khalifah Abu Bakar
Al-Shidiq, atas usulan Umar bin Khatab yang khawatir akan hilangnya Al-Qur’an,
karena banyak para sahabat dan qari’ yang gugur dalam Peperangan Yamamah.
Tercatat dalam peperangan ini, terdapat tiga puluh sahabat yang syahid. Mulanya
Abu Bakar menolak, namun setelah mendapat penjelasan dari Umar, beliaupun mau
melaksanakannya. Mereka berdua menunjuk Zaid bin Tsabit, karena Zaid merupakan
orang terakhir kali membacakan Al-Qur’an di hadapan Rasulullah saw. sebelum
beliau wafat.
Pada mulanya pun Zaid menolak, namun setelah mendapatkan penjelasan dari
Abu Bakar dan Umar, Allah pun membukakan pintu hatinya. Setelah ditulis, Mushaf
ini dipegang oleh Abu Bakar, kemudian pindah ke Umar, lalu pindah lagi ke
tangan Hafshah binti Umar. Kemudian pada masa Utsman bin Affan ra, beliau
memintanya dari tangan Hafsah. (Al-Qatthan, 1995: 125 – 126).
Kemudian pada masa Utsman bin Affan, para sahabat banyak yang berselisih
pendapat mengenai bacaan (baca; qiraat) dalam Al-Qur’an. Apalagi pada masa
beliau kekuasan kaum muslimin telah menyebar sedemikian luasnya. Sementara para
sahabat terpencar-pencar di berbagai daerah, yang masing-masing memiliki
bacaan/ qiraat yang berbeda dengan qiraat sahabat lainnya (Qiraat sab’ah).
Kondisi seperti ini membuat suasana kehidupan kaum muslimin menjadi sarat
dengan perselisihan, yang dikhawatirkan mengarah pada perpecahan.
Pada saat itulah,
Hudzaifah bin al-Yaman melaporkan ke Utsman bin Affan, dan disepakati oleh para
sahabat untuk menyalin mushaf Abu Bakar dengan bacaan/qiraat yang tetap pada
satu huruf.
Utsman memerintahkan (1) Zaid bin Tsabit, (2) Abdullah bin Zubair, (3) Sa’d
bin ‘Ash, (4) Abdul Rahman bin Harits bin Hisyam untuk menyalin dan
memperbanyak mushaf. Dan jika terjadi perbedaan di antara mereka, maka
hendaknya Al-Qur’an ditulis dengan logat Quraisy. Karena dengan logat
Quraisylah Al-Qur’an diturunkan.
Setelah usai penulisan Al-Qur’an dalam beberapa mushaf, Utsman mengirimkan
ke setiap daerah satu mushaf, serta beliau memerintahkan untuk membakar mushaf
atau lembaran yang lain. Sedangkan satu mushaf tetap disimpan di Madinah, yang
akhirnya dikenal dengan sebutan mushaf imam. Kemudian mushaf asli yang diminta
dari Hafsah, dikembalikan pada beliau. Sehingga jadilah Al-Qur’an dituliskan
pada masa Utsman dengan satu huruf, yang sampai pada tangan kita. (Al-Qatthan,
1995 : 128 – 131)
5. (اَلْمُتَعَبَّدُ بِتِلاَوَتِهِ) Membacanya
sebagai ibadah
Dalam setiap huruf
Al-Qur’an yang kita baca, memiliki nilai ibadah yang tiada terhingga besarnya.
Dan inilah keistimewaan Al-Qur’an, yang tidak dimiliki oleh apapun yang ada di
muka bumi ini. Allah berfirman,
“Sesungguhnya
orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan
menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan
diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak
akan merugi. Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah
kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Mensyukuri.” (Fathir: 29 – 30)
Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. juga pernah mengatakan,
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ
كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لَا
أَقُولُ الم حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلَامٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ
”Barang siapa yang
membaca satu huruf dari kitabullah (Al-Qur’an), maka ia akan mendapatkan satu
kebaikan. Dan satu kebaikan itu dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak
mengatakan bahwa Alif Lam Mim sebagai satu haruf. Namun Alif merupakan
satu huruf, Lam satu huruf dan Mim juga satu huruf.” (HR. Tirmidzi)